Pengelola Kawasan Wisata di Kepri Jangan Terlalu Kaku Implementasikan Kebijakan
BATAMTODAY.COM, Bintan - Pemerintah dengan sejumlah kebijakan yang dibuat berharap kunjungan wisata pascapandemi Covid-19 kian meningkat. Pengelola kawasan pariwisata pun agar tidak kaku dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang ada.
Hal ini diungkap salah seorang anggota Indonesia Tour Leader Assosiaciton (ITLA), Icha, yang merasa kecewa saat memandu rombongan wisatawan ke Kawasan Pariwisata Lagoi Bintan.
Menurut dia, Kawasan Pariwisata Lagoi Bintan hanya memfasilitasi salah satu organisasi wisata. Misalnya, mengenai free of charge harus dari Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI).
"Sementara kita ketahui, HPI adalah guide lokal yang bertugas menemani, membimbing serta memberi informasi pada wisatawan yang tengah mengadakan kegiatan wisata," ujar Icha, Selasa (10/1/2023).
Ditambahkan, HPI memiliki tugas menjelaskan dan memberi pengetahuan tentang objek wisata yang sedang dikunjungi oleh wisatawan, menciptakan kesan baik atas daerah, negara, bangsa, dan kebudayaan pada wisatawan.
"Namun sangat disayangkan, wisatawan yang datang dari biro perjalan wisata yang didampingi oleh tour leader (TL), justru diabaikan. TL dianggap sama dengan wisatawan yang didampingi dengan alasan hanya salah satu organiasi yang diakomodir oleh manajemen," kesalnya.
Padahal, kata Icha, tour leader adalah orang yang ditugaskan untuk memimpin grup dalam perjalanan wisata selama beberapa hari dengan wisatawan atau tamu yang sama. Dalam aktivitasnya, profesi yang dikenal juga sebagai pramuwisata ini lebih banyak mengelola keperluan para wisatawan, seperti memberikan panduan umum dan bantuan terkait keperluan wisata.
"Wisatawan sampai ke tempat wisata selalu melalui agen travel, dan akan didampingi tour leader, apalagi bila jumlah wisatawan lebih dari 10 orang," kata dia.
Dikatakan Icha, secara umum tour leader dituntut agar serba bisa. Seperti memberikan komentar tentang pemandangan, menangani organisasi dan logistik, membawa grup ke tempat yang mereka inginkan, dan mengatur penggunaan transportasi selama wisata.
"Masa iya tour leader disamakan dengan wisatawannya karena bukan dari HPI. Terlalu kaku dan aneh aja kalau seperti itu. Bisa saja karena hal tersebut TL malah membatalkan kunjungan wisata ke lokasi tersebut," imbuhnya.
Icha berharap agar pihak pengelola pariwisata dalam membuat kebijakan atau prosedur, tidak terlalu kaku. Apalagi ada kesan salah satu organisasi yang memonopolinya. "Karena apapun profesinya dalam pramuwisata, keduanya saling bergantungan. Dengan tujuan, untuk memajukan dunia wisata yang berujung untuk menambah pendapatan untuk pengelola wisata dan masyarakat," tutup dia.
Editor: Gokli