Dililit Akar Pohon Beringin

Menyusuri Jejak Klenteng Berusia Ratusan Tahun di Kota Gurindam

Redaksi Senin, 04-12-2017 | 10:14 WIB Destinasi
klenteng-beringin.jpg Inilah Klenteng Tien Shong Miao, yang masih berdiri kokoh meski usia mencapai 200 tahun lebih. (Foto: Rama Liana)

Oleh: Rama Liana, mahasiswa magang di Kantor BATAMTODAY.COM Biro Tanjungpinang dari UMRAH

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Selain pusat sejarah Kerajaan Melayu, di Kota Gurindam Tanjungpinang, Provinsi Kepri juga terdapat pusat religi umat Budha. Seperti halnya di kawasan Pecinan Senggarang terdapat beberapa kelenteng yang sudah berusia ratusan tahun dan dinilai memiliki megis menurut kepercayaan umat Budha.

Sejumlah kelenteng yang terdapat di kawasan Senggarang, yakni Kelenteng Su Te Kong (Kelenteng Dewa Api), Kelenteng Marko (Dewa Laut) dan Klenteng Tay Ti Kong (Kelenteng Dewa Tanah), serta Kelenteng Tien Shong Miao atau yang dikenal dengan Kelenteng Beringin.

Kelenteng Beringing merupakan salah satu klenteng tua yang diperkirakan berusia sekitar 200 tahun lebih. Namun, hingga saat ini masih kokoh dan digunakan warga Thionghoa untuk tempat beribadah.

Uniknya, tempat peribadatan yang biasa digunakan masyarakat Tionghoa ini dililit akar pohon beringin raksasa. Seakan, bangunan tersebut dibanguan di bawah pohon besar.

Menurut cerita masyarakat setempat, Klenteng yang bernama Tien Shong Miao ini, dulunya merupakan kediaman seorang Kapitan Tiongkok bernama Chiao Ch'en pada tahun 1811. Setelah ditinggalkan, bangunan tersebut lantas dimanfaatkan sebagai rumah ibadah masyarakat Tionghoa yang bermukim di kawasan tersebut.

"Usianya sudah ratusan tahun. Tetapi sampai saat ini masih kokoh dan digunakan warga setempat untuk peribadatan," ungkap Hai Wi, salah satu warga setempat kepada wartawan magang BATAMTODAY.COM beberapa waktu lalu.

Sebelum ditinggalkan pemilik aslinya, kata Hai Wi, bangunan tersebut terdiri dari dua lantai. Lantai pertama biasa digunakan sebagai tempat peribadatan, sedangkan lantai kedua menjadi tempat tinggal. Bangunan terseebut sempat roboh, kemudian dengan inisiatif warga, kemudian direnovasi.

"Dulu bangunanya ini kayu, kemudian direnovasi menggunakan bahan yang lebih kokoh," ujarnya.

Ia juga menjelaskan, awalnya klenteng tersebut tampak biasa saja. Tidak ada lilitan akar pohon beringin yang mengelilinginya seperti sekarang ini.

Asal muasal bangunan tersebut ditumbuhi akar pohon beringin, lanjut Hai Wi, secara jelas tidak terlalu diketahui, karena sebelumnya tidak ada warga yang sengaja menanam pohon beringin di kawasan itu.

"Beringinya tumbuh begitu aja, bibit pohonya dibawa burung, hingga lama-kelamaan bibit tersebut tumbuh besar dan melilit bangunan tua ini," jelasnya.

Kendati demikian, Klenteng Beringin tetap menjadi tempat peribadatan masyarakat Tionghoa setempat. Bahkan, karena bentuknya yang unik tak jarang Klenteng ini dikunjungi wisatawan mancanegara.

"Apalagi kalau mau Imlek. Banyak etnis Tionghoa asal Singapura, Cina dan Malaysia yang berkunjung ke sini," katanya.

Jika ingin melihat berbagai kelenteng di kawasan Pecinan, Senggarang ini, pengunjung dapat menggunakan sampan dari Pelantar II Tanjungpinang. Atau, jika melalui jalan darat, pengunjung dapat menggunakan taxi dari pelabuhan dengan lama perjalanan sekitar 30 menit dari Tanjungpinang menuju kawasan Pecinan, Senggarang.

Editor: Gokli